Jumat, 09 Juni 2017


MAKALAH ISTIRAHAT DAN TIDUR

BAB I
PENDAHULUAN

  1. LATAR BELAKANG
Setiap orang membutuhkan istirahat dan tidur untuk dapat mempertahankan status kesehatan pada tingkat yamg optimal. Selain itu proses tidur dapat memperbaiki berbagai sel dalam tubuh. Pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur terutama sangat penting bagi orang yang sedang sakit agar lebih cepat sembuh dan memperbaiki kerusakan pada sel.
Apabila kebutuhan istirahat dan tidur tersebut cukup maka jumlah energi yang diharapkan dapat memulihkan status kesehatan dan mempertahankan kegiatan dalam kehidupan sehari hari terpenuhi. Selain itu orang yang mengalami kelelahan juga memerlukan istirahat dan tidur lebih dari biasanya (Hidayat, A. Aziz Alimul dan Uliyah Musrifatul, 2015, Bab 18, halaman 126)
Kuantitas waktu tidur yang diperlukan setiap individu berbedabeda. Seperti factor kehamilan, usia dan kesehatan umum mempengaruhi kuantitas waktu tidur. Tidak tidur tidak segera mengancam jiwa tetapi dapat menyebabkan berbagai gangguan jika dibiarkan berlanjut. Sebagai contoh kekurangan tidur dapat memperparah beberapa bentuk penyakit jiwa.
Perawat dapat membantu klien untuk memperoleh waktu istirahat dan tidur yang cukup dengan menyediakan lingkungan yang nyaman, aman dan tenang. Berbagai terapi seperti menggososk punggung, mandi air hangat, minum susu hangat dan obat tertentu juga dapat meningkatkan kuantitas tidur (Rosdahl, Caroline Bunker dan Kowalski, Mary T, 2014, Bab 5, Halaman 57)



  1. Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian istirahat dan tidur
2.    Bagaimana fisiologi tidur
3.    Apa saja jenis jenis tidur
4.    Apa fungsi dan tujuan tidur
5.    Factor yang mempengaruhi kebutuhan tidur
6.    Masalah kebutuhan tidur
  1. Tujuan
1.    Untuk mengetahui pengertian istirahat dan tidur
2.    Untuk mengetahui fisiologi tidur
3.    Untuk mengetahui jenis jenis tidur
4.    Untuk mengetahui fungsi dan tujuan tidur
5.    Untuk mengetahui factor yang mempengaruhi kebutuhan tidur
6.    Untuk mengetahui masalah kebutuhan tidur







BAB II
PEMBAHASAN

A.   Pengertian Istirahat Dan Tidur
     1. Istirahat
Istirahat merupakan keadaaan rileks tanpa adanya tekanan emosional, bukan hanya dalam keadaan tidak beraktivitas tetapi juga dalam kondisi yang membutuhkan ketenangan. Kata stirahat berarti berhenti sebentar untuk melepaskan lelah , bersantai untuk menyegarkan diri atau suatu keadaan melepaskan diri dari segala hal yang membosankan, menyulitkan bahkan menjengkelkan.
Terdapat beberapa karakteristik dari istirahat. Misalnya, Narrow (1967) yang dikutip oleh Perry dan Potter (1993) mengemukakan enam karakteristik yang berhubungan dengan istirahat diantaranya sebagai berikut:
a.    Merasakan bahwa segala sesuatu dapat diatasi
b.    Merasa diterima
c. Mengetahui apa yang sedang terjadi
d.   Bebas dari gangguan ketidaknyamanan
e.   Mempunyai sejumlah kepuasan terhadap aktivitas yang mempunyai tujuan
f.   Mengetahui adanya bantuan sewaktu memerlukan.
Kebutuhan istirahat dapat dirasakan apabila semua karakteristik tersebut diatas tersebut dapat terpenuhi. Hal ini dapat dijumpai apabila pasien merasakan segala kebutuhannya dapat diatasi dan adanya pengawasan maupoun penerimaan dari asuhan keperawatan yang diberikan sehingga dapat memberikan kedamaian. Apabila pasien tidak merasakan enam kriteria tersebut diatas, maka kebutuhan istirahatnya belum terpenuhi sehingga diperlukan tindakan keperawatan yang dapat meningkatkan terpenuhinya kebutuhan istirahat dan tidur. Misalnya mendengarkan secara hati hati tentang kehkwatiran personal pasien dan mencoba meringankannya jika memungkinkan.
            Pasien mempunyai perasaan tidak diterima tidak mungkin dapat beristirahat dengan tenang. Oleh sebab itu, perawat harus sensitive terhadap kekhwatiran atau masalah yang dialami pasien. Pengenalan pasien terhadap apa yang terjadi adalh keadaan lain yang penting agar dapat beristirahat. Adanya ketidaktahuan akan menimbulkan kecemasan dengan tingkat yang berbeda beda dan dapat menimbulkan gangguan pada isrtirahat pasien sehingga perawat harus membantu memberikan penjelasan kepada pasiennya.
Agar pasien merasa diterima dan mendapatkan kepuasan, maka pasien harus dilibatkan dalam melaksanakan berbagai aktivitas yang mempunyai tujuan sehingga pasien merasa dihargai tentang kompetensi yang ada pada dirinya. Pasien akan merasa aman jika mengetahui bahwa ia akan mendapat bantuan yang sesuai dengan yang diperlukannya. Pasien yang merasa terisolasi dan kurang mendapat bantuan tidak akan dapat beristirahat, sehingga perawat harus dapat mencipatakan suasana agar pasien tidak merasa terisolasi dengan cara melibatkan keluarga dan teman teman pasien. Keluarga dan teman teman pasien dapat meningkatkan kebutuhan istirahat pasien dengan cara membantu pasien dalam tugas sehari hari dan dalam mengambil keputusan yang sukar.
 2.  Tidur
Tidur merupakan kondisi tidak sadar yakni individu dapat dibangunkan oleh stimulus atau sensoris yang sesuai ( Guyton, 1986), juga dapat dikatakan sebagai keadaan tidak sadarkan diri yang relative, bukan hanya keadaan penuh ketenangan tanpa kegiatan, tetapi lebih merupakan suatu urutan siklus yang berulang dengan ciri adanya aktivitas yang minim, memiliki kesadaran yang bervariasi, terdapat perubahan proses fisiologis dan terjadi penurunan respon terhadap rangsangan dari luar  (Hidayat, A. Aziz Alimul dan Uliyah Musrifatul, 2015, Bab 18)


B.    Fisiologi Tidur
Merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh adanya hubungan mekanisme serebral yang secara bergantian untuk mengaktifkan dan menekan pusat otak agar dapat tidur dan bangun. Salah satu aktivitas tidur ini diatur oleh system pengaktivasi retikularis yang merupaka sitem yang mangatur seluruh tingkatan kegiatan susunan saraf pusat termasuk pengaturan kewaspadaan pada tidur. Pusat pengaturan kewaspadaan aktivitas dan tidur terletak dalam mesensefalon dan bagian atas pons. Selain itu, reticular activating system (RAS) dapat memberikan ra ngsanga visual, pendengaran, nyeri dan perabaan juga dapat menerima stimulasi dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses piker.
Dalam keadaan sadar, neuron dan RAS akan melepaskan katekolamin seperti norepinefrin. Demikian juga pada saat tidur, kemungkinan disebabkan adanya pelepasan serum serotonim dari sel khusus yang berada di pons dan batang otak tengah yaitu bulbar synchronizing regional (BSR), sedangkan bangun bergantung pada keseimbangan impuls yang diterima dipusat otak dan system limbik. Dengan demikian system pada batang otak yang mengatur siklus atau perubahan dalam tidur adalah RAS dan BSR.
C.  Jenis Jenis Tidur
Dalam prosesnya, tidur dibagi kedalam dua jenis. Pertama, jenis tidur yang disebabkan oleh menurunnya kegiatan dalam system pengaktivasi retikularis yang disebut dengan tidur gelombang lambat (slow wave sleep) karena gelombang otak bergerak sangat lambat atau disebut juga tidur non rapid eye movement (NREM). Kedua, jenis tidur yang disebabkan oleh penyaluran abnormal dari isyarat isyarat dalam otak meskipun kegiatan otak mungkin tidak tertekan secara berarti. Disebut dengan tidur paradox atau disebut juga dengan tidur rapid eye movement (REM).
1.  Tidur Gelombang Lambat
Jenis tidur ini dikenal tidur yang dalam, istirahat penuh atau juga dikenal dengan tidur nyenyak. Pada tidur jenis ini, gelombang otak bergerak lebih lambat sehingga menyebabkan tidur tanpa bermimpi. Tidur gelombang lambat bias juga disebut dengan tidur gelombang delta, dengan ciri ciri yaitu betul betul istirahat penuh, tekanan darah menurun, frekuensi nafas menurun pergerakan bola mata melambat, mimpi berkurang dan metabolism turun.
Perubahan selama proses tidur gelombang lambat adalah melalui elektroensefalografi dengan memperlihatkan gelombang otak berada pada setiap tahap tidur. Yaitu pertama, kewaspadaan penuh dengan gelombang beta yang berfrekuensi tinggi dan bervoltase rendah. Kedua, istirahat tenang yang diperlihatkan pada gelombang alfa. Ketiga, tidur ringan karena terjadi perlambatan gelombang alfa kejenis teta atau delta yang bervoltase rendah; dan keempat, tidur nyenyak karena gelombang lambat dengan gelombang delta bervoltase tinggi dengan kecepatan 1 sampai 2 per detik.
Tahapan tidur jenis gelombang lambat
a)    Tahap I
Tahap I merupakan tahap transisi antara bangun dan tidur dengan ciri yaitu rileks, masih sadar dengan lingkungan, merasa mengantuk, bola mata bergerak dari samping ke samping, frekuensi nadi dan nafas sedikit menurun, dapat bangun segera pada tahap ini berlangsung selama lima menit.
b)    Tahap II
Tahap II merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menurun dengan ciri yaitu mata pada umumnya menetap, denyut jantung dan frekuensi nafas menurun, temperature tubuh menurun, metabolisme menurun, berlangsung pendek dan berakhir 10 sampai 15 menit.

c)    Tahap III
Tahap III merupakan tahap tidur dengan ciri denyut nadi dan frekuensi nafas dan proses tubuh lainnya lambat, disebabkan oleh adanya dominasi system saraf parasimpatis dan sulit untuk bangun.

d)    Tahap IV
Tahap IV merupaka tahap tidur dalam dengan ciri kecepatan jantung dan pernapasan turun, jarang bergerak dan sulit dibangunkan, gerak bola mata cepat, sekresi lambung menurun, serta tonus otot menurun.
2.    Tidur Paradoks
Tidur jenis ini dapat berlangsung pada tidur malam yang terjadi selama 5 sampai 20 menit , rata rata timbul 90 menit. Periode pertama terjadi pada selama 80 sampai 100 menit. Akan tetapi apabila kondisi orang sangat lelah maka awal tidur sangat cepat bahkan jenis tidur ini tidak ada. Cara tidur paradox adalah sebagai berikut :
a.    Biasanya disertai dengan mimpi aktif
b.    Lebih sulit dibangunkan daripada selama tidur nyenyak gelombang lambat
c.    Tonus otot selama tidur nyenyak sangat tertekan, menunjukkan inhibisi kuat proyeksi spinal atas system pengaktivasi retikularis
d.    Frekuensi jantung dan pernapasan menjadi titik teratur
e.    Pada saat perifer terjadi beberapa gerakan otot yang tidak teratur
f.     Mata cepat tertutup dan terbuka, nadi cepat dan irregular, tekanan darah meningkat atau berfluktuasi, sekresi gaster meningkat, dan metabolism meningkat
g.    Tidur ini penting untuk keseimbangan mental, emosi, juga berperan dalam belajar, memori dan adaptasi

D.     FUNGSI DAN TUJUAN TIDUR
Fungsi dan tujuan tidur secara jelas tidak di ketahui akan tetapi diyakini bahwa tidur dapat digunakan untuk menjaga keseimbangan mental, emosional, kesehatan, mengurangi stress pada paru, kardiovaskuler, endokrin, dll. Energy disimpan selama tidur sehingga dapat diarahkan kembali pada fungsi seluler yang penting. Secara umum terdapat dua efek fisiologis dari tidur yaitu pertama, efek pada system saraf yang diperkirakan dapat memulihkan kepekaan normal dan keseibangan diantara berbagai susunan saraf.  Dan kedua, efek pada struktur tubuh dengan memulihkan kesegaran dan fungsi tubuh selama tidur terjadi penurunan.
Kebutuhan tidur manusia bergantung pada tingkat perkembangan. Berikut tabel kebutuhan tidur manusia berdasarkan usia
usia
Tingkat perkembangan
Jumlah kebutuhan tidur
0 sampai 1 bulan
Masa neonates
14 sampai 18 jam/hari
1 bulan sampai 18 bulan
Masa bayi
12 sampai 14 jam/hari
18 bulan sampai 3 tahun
Masa anak
11 sampai 12 jam/hari
3 tahun sampai 6 tahun
Masa prasekolah
11 jam/hari
6 tahun sampai 12 tahun
Masa sekolah
10 jam/hari
12 tahun sampai 18 tahun
Masa remaja
8,5 jam/hari
18 tahun sampai 40 tahun
Masa dewasa muda
7 sampai 8 jam/hari
40 tahun sampai 60 tahun
Masa paruh baya
7 jam/hari
60 tahun ke atas
Masa dewasa tua
6 jam/hari

E.    FAKTOR MEMPENGARUHI KEBUTUHAN TIDUR
Faktor yang dapat mempengaruhinya adalah sebagai berikut:
1.  Penyakit
Sakit dapat mempengaruhi kebutuhan tidur seseorang. Banyak penyakit yang memperbesar kebutuhan tidur misalnya penyakit yang disebabkan oleh infeksi (infeksi limpa) akan memerlukan lebih banyak waktu tidur untuk mengatasi keletihan. Banyak juga keadaan sakit menjadikan pasien kurang sakit bahkan tidak bias tidur (Hidayat, A. Aziz Alimul dan Uliyah Musrifatul, 2015, Bab 18)
Berdasarkan analisis bivariat diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara penyakit dan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur pada pasien post operasi (nilai p-0,03, pada α = 0,05). Variabel penyakit dinilai dari ada tidaknya keluhan nyeri atau gangguan pernapasan yang dialami pasien.
Hal ini sesuai pendapat Kozier (1991), yang menyebutkan bahwa orang sakit membutuhkan lebih banyak tidur daripada orang yang sehat. Rasa nyeri dapat mempengaruhi keinginan seseorang untuk tidur. Kondisi respirasi juga mempengaruhi tidur seseorang. Napas yang pendek membuat seseorang sulit tidur. Hasil ini juga sesuai dengan pendapat Craven & Hirnle (2000), yang mengatakan bahwa nyeri dan ketidaknyamanan yang terjadi pada malam hari akan mengganggu tidur pasien. Perubahan hormonal juga mempengaruhi pola tidur, seperti yang dialami pasien hyperthyroid.
            Hasil ini juga mendukung penelitian yang dilakukan oleh Puji Raharjo (2008), tentang factor-faktor yang mempengaruhi terjadinya insomnia pada lanjut usia di Kabupaten Demak, yang menunjukkan bahwa sakit fisik lebih mempengaruhi terjadinya insomnia (Apriyani, 2012, p. 14).

         Kebutuhan Tidur Pasien Post operasi laparotomi Pada Kelompok Kontrol

Pada penelitian tabel ke 7 menunjukan bahwa sebagian besar pasien post operasi laparotomi kebutuhan tidurnya masuk dalam kategori kurang.  Potter and Perry, (2005) menyatakan bahwa penyebab gangguan gangguan kebutuhan tidur disebabkan karena status kesehatan seseorang yang menurun atau saat dalam kondisi yang sakit, selain itu setelah pasca menjalani proses pembedahan sering terjadi gangguan kebutuhan tidur pada malam pertama diakibatkan berkurangnya pengaruh anastesi. Tindakan pembedahan meninggalkan rasa nyeri yang berbeda-beda bagi tiap individu.
           Pada penelitian tabel ke 8 menunjukkan sebagian besar pasien post operasi laparotomi kebutuhan tidurnya masuk dalam kategori cukup.
Menurut MacKinnon (2004) menyatakan bahwa pemberian aromaterapi merupakan tindakan terapeutik dengan menggunakan minyak essensial yang bermanfaat untuk meningkatkan keadaan fisik dan psikologi sehingga menjadi lebih baik. Hale (2008) mengungkapkan aromaterapi lavender mempunyai banyak manfaat yaitu mengobati insomnia dan kualitas tidur. Aromaterapi lavender diketahui dapat mengurangi rasa nyeri, memberikan relaksasi dan mengurangi kebutuhan obat penenang di malam hari sehingga mampu memperbaiki kualitas tidur dan juga dapat mengurangi kecemasan.
Seseorang yang menghirup uap aromaterapi lavender akan memfokuskan pikiran dan perhatiannya (konsentrasi pikiran) pada uap atau aroma yang diterimanya, sehingga fokus perhatiannya terhadap nyeri dan rasa cemas teralihkan atau berkurang (Nightcrawler, Shinobi, 2008). Aroma ditangkap oleh reseptor di hidung yang kemudian memberikan informasi lebih jauh ke area di otak yang mengontrol emosi dan memori maupun memberikan informasi juga ke hipotalamus yang merupakan pengatur sistem internal tubuh, suhu tubuh, dan reaksi terhadap stress (Faridah, 2014, p. 79-80).
2.    Latihan dan Kelelahan
Keletihan akibat aktivitas yang tinggi dapat memerlukan lebih banyak tidur untuk menjaga keseimbangan energy yang telah dikeluarkan. Hal tersebut terlihat pada seseorang yang telah melakukan aktivitas dan mencapai kelelahan. Maka, orang tersebuat akan lebuh cepat untuk dapat tidur karema tahap tidur gelombang lambatnya diperpendek (Hidayat, A. Aziz Alimul dan Uliyah Musrifatul, 2015, Bab 18)
3.    Stress psikologis
Kondisi psikologis dapat terjadi pada seseorang akibat ketegangan jiwa. Hal tersebut terlihat ketika seseorang yang memiliki masalah psikologis mengalami kegelisahan sehingga sulit untuk tidur (Hidayat, A. Aziz Alimul dan Uliyah Musrifatul, 2015, Bab 18)
4.    Obat
Obat dapat juga mempengaruhi proses tidur. Beberapa jenis obat yang dapat mempengaruhi proses tidur adalah jebis golongan obat diuretik menyebabkan seseorang insomnia, antidepresan dapat menekan REM, kafein dapat meningkatkan saraf simpatis yang menyebabkan kesulitan untuk tidur, golongan beta blokcer dapat berefek pada ti,bulnya insomnia, dan golongan narkotik dapat menekan REM sehingga mudah mengantuk (Hidayat, A. Aziz Alimul dan Uliyah Musrifatul, 2015, Bab 18)
Berdasarkan analisis bivariat, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara obat dan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur pasien post operasi (nilai p = 1,0, pada 0,05). Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Kozier (1991) dan Potter & Perry (1997), bahwa obat-obatan khususnya golongan hipnotis dan sedative akan mengganggu pola tidur. Obat-obat hipnotik dan barbiturate akan menurunkan tidur REM secara abnormal. Juga tidak mendukung pendapat Craven & Hirnle (2000), bahwa kebutuhan tidur dapat terganggu karena konsumsi obat-obatan yang mempermudah tidur. Selain itu penggunaan alcohol juga dapat membuat seseorang tidur lebih cepat (Apriyani, 2012, p. 15)

5.    Nutrisi
Terpenuhinya kebutuhan nutrisis yang cukup dapat mempercepat proses tidur. Protein yang tinggi dapat mempercepat terjadiny proses tidur karena adanya triprofan yang merupakan asam amino dari protein yang dicerna. Demikian sebaliknya, kebutuhan gizi yang kurang dapat juga mempengaruhi proses tidur, bahkan terkadang juga sulit untuk tidur (Hidayat, A. Aziz Alimul dan Uliyah Musrifatul, 2015, Bab 18).
6.    Lingkungan
Keadaan lingkungan yang aman dan nyaman bagi seseorang dapat mempercepat terjadinya proses tidur (Hidayat, A. Aziz Alimul dan Uliyah Musrifatul, 2015, Bab 18).
Berdasarkan analisa bivariat ditemukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara lingkungan dan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur pasien post operasi (p = 0,03). Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Kozier (1991), bahwa lingkungan yang bising sangat mengganggu tidur. Tidak adanya rangsang dari luar akan membuat seseorang tidur dengan nyenyak. Juga mendukung apa yang dikatakan Craven & Hirnle (2000), bahwa lingkungan baru akan mempengaruhi kebutuhan tidur seseorang. Berkurangnya stimulus lingkungan seperti suara dan kebisingan akan memudahkan seseorang untuk tidur (Apriyani, 2012, p. 14)



7.    Motivasi
Motivasi merupakan suatu dorongan atau keinginan seseoramg untuk tidur yang dapat mempengaruhi proses tidur. Selain itu, adanya keinginan untuk menahan tidak tidur dapat menimbulkan gangguan proses tidur (Hidayat, A. Aziz Alimul dan Uliyah Musrifatul, 2015, Bab 18).
8.    Gaya Hidup
           Rutinitas seseorang dapat mempengaruhi pola tidur. Contohnya individu yang sering berganti jam kerja harus mengatur aktivitasnya agar bias tidur pada tepat waktu (Dr.Saputra, Lyndon, 2013, Bab 10)

F.  Masalah Kebutuhan Tidur
1.  Insomnia
          insomnia merupakan suatu keadaan ketidakmampuan mendapatkan tidur yang adekuat baik kualitas maupun kuantitas, dengan kleadaan tidur yang hanya sebentar atau susah tidur. Insomnia terbagi menjadi tiga jenis, yaitu initial insomnia yang merupakan ketidakmampuan untuk jatuh tidur atau mengawali tidur , intermitten insomnia merupakan ketidakmampuan tetap tidur karena selalu terbangun pmalam hari, dan terminal insomnia merupakan ketidakmampuan untuk tidur kembali setelah bangun tidur pada malam hari. Proses gangguan tidur ini kemungkinan besar disebabkan oleh adanya rasa khwatir, tekanan jiwa, atau stress (Hidayat, A. Aziz Alimul dan Uliyah Musrifatul, 2015, Bab 18).
Insomnia berasal dari kata in artinya tidak dan somnus yang berarti tidur, jadi insomnia berarti tidak tidur atau gangguan tidur. The Diagnostic and Statistical of Mental Disorder (DSM-IV) mendefinisikan gangguan insomnia primer adalah keluhan tentang kesulitan mengawali tidur dan /atau menjaga keadaan tidur atau keadaan tidur yang tidak restoratif minimal satu bulan terakhir(Espie, 2002).
Menurut Hoeve (1992), insomnia merupakan keadaan tidak dapat tidur atau terganggunya pola tidur. Orang yang bersangkutan mungkin tidak dapat tidur, sukar untuk jatuh tidur, atau mudah terbangun dan kemudian tidak dapat tidur lagi. Hal ini terjadi bukan karena penderita terlalu sibuk sehingga tidak mempunyai kesempatan untuk tidur, tetapi akibat dari gangguan jiwa terutama gangguan depresi, kelelahan, dan badan dengan gejala kecemasan yang memuncak. Insomnia adalah ketidakmampuan atau kesulitan untuk tidur. Kesulitan tidur ini bias menyangkut kurun waktu (kuantitas) atau kelelapan (kualitas) tidur. Penderita insomnia sering mengeluh tidak bisa tidur, kurang lama tidur, tidur dengan mimpi yang menakutkan, dan merasa kesehatannya terganggu. Penderita insomnia tidak dapat tidur pulas walaupun diberi kesempatan tidur sebanyakbanyaknya. Pada keadaan normal, dari pemeriksaan kegiatan otak melalui elektro-ensefalografi (EEG), sepanjang masa tidur terjadi fase-fase yang silih berganti antara tidur sinkronik dan tidur asinkronik. Pergantian ini kira-kira setiap dua jam sekali.
    Fase tidur sinkronik ditandai dengan tidur nyenyak, dengan tubuh dalam keadaan tenang. Fase tidur asinkronik ditandai dengan kegelisahan dan reaksi-reaksi jasmaniah lainnya, seperti gerakan gerakan bola mata yang merupakan fase mimpi. Orang normal, yang tidurnya diganggu pada fase asinkronik akan merasa jengkel, tidak puas, dan menjadi murung (schenck, 2003). Penderita insomnia mengalami gangguan dalam masa peralihan dan kualitas dari fase-fase tidur, terutama pada fase asinkronik.
   Dari penelitian ternyata bahwa saat yang dianggap penderita sebagai terjaga di malam hari sebenarnya merupakan fasefase mimpi. Sebaliknya, beberapa masa tidur yang singkat sebenarnya merupakan tidur yang sesungguhnya Insomnia dikelompokkan dalam tiga tipe. Tipe pertama adalah penderita yang tidak dapat atau sulit tidur selama 1 sampai 3 jam pertama. Namun, karena kelelahan akhirnya tertidur juga. Tipe ini biasanya dialami penderita usia muda yang sedang mengalami kecemasan. Tipe kedua, dapat tidur dengan mudah dan nyenyak, namun setelah 2 sampai 3 jam tidur terbangun. Kejadian ini bias berlangsung berulang kali. Tipe ketiga, penderita dapat tidur dengan mudah dan nyenyak, namun pada pagi buta dia terbangun dan tidak dapat tidur lagi. Ini biasa dialami orang yang sedang mengalami depresi. Insomnia adalah suatu gangguan tidur yang dialami oleh penderita dengan gejalagejala selalu merasa letih dan lelah sepanjang hari dan secara terus menerus (lebih dari sepuluh hari) mengalami kesulitan untuk tidur atau selalu terbangun di tengah malam dan tidak dapat kembali tidur. Seringkali penderita terbangun lebih cepat dari yang diinginkannya dan tidak dapat kembali tidur. Ada tiga jenis gangguan insomnia, yaitu: susah tidur (sleep onset insomnia), selalu terbangun di tengah malam (sleep maintenance insomnia), dan selalu bangun jauh lebih cepat dari yang diinginkan (early awakening insomnia). Cukup banyak orang yang mengalami satu dari ketiga jenis gangguan tidur ini (Liu, 1999).
Masalah tidur ini bisa disebabkan berbagai faktor, di antaranya karena hormonal, obat-obatan, dan kejiwaan. Bisa juga karena faktor luar misalnya tekanan batin, suasana kamar tidur yang tidak nyaman, ribut atau perubahan waktu karena harus kerja malam. Selain itu kopi dan teh yang mengandung zat perangsang susunan syaraf pusat, tembakau yang mengandung nikotin, obat pengurus badan yang mengandung amfetamin, adalah contoh bahan yang dapat menimbulkan kesulitan tidur. Banyak ahli menyatakan, gangguan tidur tidak langsung berhubungan dengan menurunnya hormon. Namun, kondisi psikologis dan meningkatnya kecemasan, gelisah, dan emosi yang sering tak terkontrol akibat menurunnya hormon estrogen, bias menjadi salah satu sebab meningkatnya risiko gangguan tidur. Morin (Espie, 2002) menyebutkan penyebab insomnia yang utama adalah adanya permasalahan emosional, kognitif, dan fisiologis. Ketiganya berperanan terhadap terjadinya disfungsi kognitif, kebiasaan yang tidak sehat, dan akibat-akibat insomnia (Purwanto, 2008, p 143-146). Dari teori tersebut didukung oleh jurnal terapi relaksasi untuk mengurangi gangguan insomnia.
  Dikatakan bahwa salah satu cara untuk mengatasi insomnia ini adalah dengan metode relaksasi (woolfolk, 1983). Relaksasi adalah salah satu teknik di dalam terapi perilaku yang pertama kali dikenalkan oleh Jacobson, seorang psikolog dari Chicago, yang mengembangkan metode fisiologis melawan ketegangan dan kecemasan. Teknik ini disebutnya relaksasi progresif yaitu teknik untuk mengurangi ketegangan. Jacobson berpendapat bahwa Semua bentuk ketegangan termasuk ketegangan mental didasarkan pada kontraksi otot (Utami, 1993). Jika seseorang dapat
diajarkan untuk merelaksasikan otot mereka, maka mereka benar-benar relaks.
  Latihan relaksasi dapat digunakan untuk memasuki kondisi tidur karena dengan mengendorkan otot secara sengaja akan membentuk suasana tenang dan santai. Suasana ini diperlukan untuk mencapai kondisi gelombang alpha yaitu suatu keadaan yang diperlukan seseorang untuk memasuki fase tidur awal. Sebagai dasar teori relaksasi adalah sebagai berikut. Pada sistem saraf manusia terdapat sistem saraf pusat dan sistem saraf otonom. Fungsi sistem saraf pusat adalah mengendalikan gerakan-gerakan yang dikehendaki, misalnya gerakan tangan, kaki, leher, jari-jari dan sebagainya.
    Sistem saraf otonom berfungsi mengendalikan gerakangerakan yang otomatis, misalnya fungsi digestif, proses kardiovaskuler, gairah seksual dan sebagainya. Sistem saraf otonom terdiri dari sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis yang kerjanya saling berlawanan. Sistem saraf simpatis bekerja meningkatkan rangsangan atau memacu organ-organ tubuh, memacu meningkatnya detak jantung dan pernafasan, menurunkan temperatur kulit dan daya hantar kulit, dan juga akan menghambat proses digestif dan seksual. Sistem saraf parasimpatetis menstimulasi turunnya semua fungsi yang dinaikkan oleh sistem saraf simpatis, dan menstimulasi naiknya semua fungsi yang diturunkan oleh sistem saraf simpatis.       Selama sistem-sistem tersebut befungsi normal dalam keseimbangan, bertambahnya akfivitas Sistem yang satu akan menghambat atau manaikan efek sistem yang lain.
  Pada waktu individu mengalami ketegangan dan kecemasan yang bekerja adalah sistem saraf simpatis, sedangkan pada waktu relaksasi yang bekerja adalah system saraf parasimpatis, dengan demikian relaksasi dapat menekan rasa tegang dan rasa cemas dengan cara resiprok, sehingga timbul counter conditioning dan penghilangan (Prawitasari, 1988). Apabila Individu melakukan relaksasi ketika ia mengalami ketegangan atau kecemasan, maka reaksi-reaksi fisiologis yang dirasakan individu akan berkurang, sehingga la akan merasa rileks. Apabila kondisi fisiknya sudah rileks, maka kondisi psikisnya juga tenang (Lichstein, 1993).
  Teknik relaksasi sudah dikenal lama dan banyak digunakan dalam berbagai terapi baik terapi permasalahan fisik maupun psikologis. Ada beberapa jenis relaksasi yang sudah dikenal antara lain relaksasi progresif, relaksasi diferensial dan relaksasi via letting go. Pada penelitian ini akan dikembangkan relaksasi religius dimana relaksasi ini merupakan pengembangan dari respon relaksasi yang dikembangkan oleh Herbert Benson. relaksasi religius ini merupakan gabungan antara model relaksasi dengan keyakinan yang dianut.
   Respon relaksasi yang melibatkan keyakinan yang dianut menurut Benson (2000) akan mempercepat terjadinya keadaan relaks, dengan kata lain kombinasi respon relaksasi dengan melibatkan keyakinan akan melipat gandakan manfaat yang didapat dari respon relaksasi. Sehingga diharapkan dengan semakin cepat mencapai kondisi relaks maka seseorang akan lebih cepat untuk memasuki kondisi tidur yang berarti akan dapat mengatasi gangguan insomnia yang dialami (Purwanto, 2008, p 143-146)
Berdasarkan hasil analisis didapatkan data responden yang memiliki kebiasaan merokok ringan yang mengalami insomnia sebanyak 24 orang (70,6%), responden yang memiliki kebiasan merokok sedang-berat yang mengalami insomnia sebanyak 45 orang (95,7%). Pengaruh kemaknaan dalam penelitian ini didapatkan nilai p<0,05 yakni p value= 0,005 dengan correlation coefecient = 9,375 yang artinya seorang perokok sedang berat memiliki resiko 9,375 kali lebih besar untuk mengalami insomnia dibandingkan perokok ringann (Vaora dkk, 2014, p 62)
Kelompok lanjut usia (empat puluh tahun) dijumpai 7% kasus yang mengeluh mengenai masalah tidur (hanya dapat tidur tidak lebih dari 5 jam sehari). Hal yang sama dijumpai 22% kelompok usia 75 tahun. Demikian pula, kelompok lanjut usia lebih banyak mengeluh terbangun lebih awal, selain itu terdapat 30% kelompok usia 70 tahun yang banyak terbangun di waktu malam hari. Angka ini ternyata tujuh kali lebih besar dibandingkan dengan kelompok usia 20 tahun (Bandiyah, 2009).
Berkenaan dengan hal diatas penanganan pada insomnia sangat diperlukan, relaksasi merupakan salah satu teknik dalam terapi perilaku yang pertama kali dikenalkan oleh Edmund Jacobsond, seorang psikolog dari Chicago yang mengembangkan metode fisiologis melawan ketegangan dan kecemasan. Metode relaksasi terdiri dari berbagai macam, diantaranya Miltenberger (2004) mengemukakan ada lima macam relaksasi yaitu : (1) relaksasi otot (progeressive muscle relaxation), (2) pernafasan diafragma, (3) imagery training/ guide imagery (imajinasi terbimbing), (4) biofeedback, (5) hypnosis (Davis dalam Ari, 2010).
Guide imagery (imajinasi terbimbing) Imagery atau pikiran atau mental respresentative dengan menggunakan sensori persepsi. Guide imagery adalah teknik terapeutik yang digunakan untuk relaksasi atau untuk tujuan proses penyembuhan (Susana & Sri, 2014). Imagery merupakan sebuah bentuk simulasi yang aktual, dalam imagery berbagai pengalaman itu nyata melalui pancaindra (melihat, merasakan, dan mendengarkan), tetapi secara keseluruhan pengalaman itu terjadi di dalam otak (Komarudin, 2013).
Terapi imagery dapat membantu klien untuk mencapai berbagai tujuan masalah kesehatan, antara lain : menurunkan depresi dan kecemasan, menghilangkan fobia, mengurangi trauma, mengurangi rokok atau makan, penyembuhan penyakit fisik dan gejalanya (sakit kepala, tekanan darah, insomnia, nyeri kronis, dsb) (Susana& Sri, 2014).(Listyarini, Faidah, 2016, p. 17)

2.  hypersomnia
hypersomnia merupakan gangguan tidur dengan kriteria tidur berlebihan. Pada umumnya lebih dari 9 jam pada malam hari, disebabkan oleh kemungkinan adanya masalah psikologis, depresi, kecemasan, gangguan susunan saraf pusat, ginjal, hati dan gangguan metabolisme (Hidayat, A. Aziz Alimul dan Uliyah Musrifatul, 2015, Bab 18).
3.  parasomnia
parasomnia merupakan kumpulan beberapa penyakit yang dapat mengganggu pola tidur, seperti somnambulism (sleepwalking/berjalan-jalan dalam tidur) yang banyak terjadi pada anak-anak yaitu pada tahap III dan IV dari tidur NREM. Somnambulism ini dapat menyebabkan cedera.
4.  Enuresis
Enuresis merupakan buang air kecil yang tidak disengaja pada waktu tidur atau biasa juga disebut dengan istilah mengompol. Enuresis dibagi menjadi 2 jenis yaitu enuresis nokturnal, merupakan mengompol diwaktu tidur, dan enuresis diural adalah mengompol pada saat bangun tidur. Enuresis nokturnal umumnya merupakan gangguan pada tidur NREM.
5.  Apnea Tidur dan Mendengkur
mendengkur pada umumnya tidak termasuk dalam gangguan tidur, tetapi mendengkur yang disertai dengan keadaaan apnea dapat menjadi masalah. Mendengkur sendiri disebabkan oleh adanya rintangan dalam pengaliran udara dihidung dan mulut pada waktu tidur, biasanya disebabkan oleh adanya adenoid, amandel, atau mengendurnya otot dibelakang mulut. Terjadinya apnea dapat mengacaukan jalannya pernapasan sehingga dapat mengakibatkan henti napas. Apabila kondisi ini berlangsung lama, maka dapat menyebabkan kadar oksigen dalam darah menurun dan denyut nadi menjadi tidak teratur.
6.    Narkolepsi
narkolepsi merupakan keadaan tidak dapat mengendalikan diri untuk tidur, misalnya tertidur dalam keadaan berdiri, mengemudikan kendaraan, atau disaat sedang membicarakan sesuatu. Hal ini merupakan gangguan neurologis.
7.    Mengigau
Mengigau dikategorikan dalam gangguan tidur bila terlalu sering dan diluar kebiasaan. Dari hasil pengamatan, ditemukan bahwa hampir semua orang pernah mengigau dan terjadi sebelum tidur REM (Hidayat, A. Aziz Alimul dan Uliyah Musrifatul, 2015, Bab 18).






BAB III
PENUTUP
  1. Kesimpulan
Istirahat merupakan keadaaan rileks tanpa adanya tekanan emosional, bukan hanya dalam keadaan tidak beraktivitas tetapi juga dalam kondisi yang membutuhkan ketenangan dan tidur merupakan kondisi tidak sadar yakni individu dapat dibangunkan oleh stimulus atau sensoris yang sesuai ( Guyton, 1986), dan juga dapat dikatakan sebagai keadaan tidak sadarkan diri yang relative, bukan hanya keadaan penuh ketenangan tanpa kegiatan, tetapi lebih merupakan suatu urutan siklus yang berulang dengan ciri adanya aktivitas yang minim, memiliki kesadaran yang bervariasi, terdapat perubahan proses fisiologis dan terjadi penurunan respon terhadap rangsangan dari luar.
Hal yang dapat mempengaruhi kebutuhan tidur yaitu penyakit, latihan dan kelelahan, stress psikologis,obat,  nutrisi, lingkungan dan  motivasi dalam diri seseorang. Adapun masalah kebutuhan tidur yaitu insomnia, hypersomnia, parasomnia, anuresis, apnea tidur dan mendengkur, narkolepsi dan mengigau.
  1. Saran
Dengan adanya makalah ini, saya berharap pembaca dapat dimudahkan dalam memahami tentang istirahat dan tidur. Dan di dalam makalah ini penyusun menyadari banyak kekurangan oleh sebab itu saran dan kritik dari pembaca sangat diharapkan oleh penyusun guna perbaikan makalah ini di kemudian hari.





DAFTAR PUSTAKA
Apriyani, heni.(2012). faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur pasien post operasi di rsd hm ryacudu kotabumi(Volume III,April) (http://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id/index.php/JKEP/article/view/137/129)   diakses pada tanggal  23/5/2017 jam 9:31 PM
Dr. Saputra, Lyndon. (2013). Catatan Ringkas Kebutuhan Dasar Manusia. Samarinda: Binarupa Aksara Publisher
Faridah, Virgianti Nur. (2014). Penanganan Gangguan Kebutuhan Tidur Pada Pasien Post Operasi Laparotomi Dengan Pemberian Aromaterapi Lavender ( Vol.02, No.XVIII, Juni)  (http://stikesmuhla.ac.id/wp-content/.../jurnalsurya/.../75-83-Jurnal-Vivin)
diakses pada tanggal  23/5/2017 jam 9:32 PM
Hidayat, A. Aziz Alimul & uliyah, Musrifatul. (2015). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia (ed.2). Jakarta: Salemba Medika.
Kurniawati.gambaran gangguan tidur pada pasien sistemik lupus eritema tosus  disalah satu RS kota Bandung (http://jurnal.unpad.ac.id/ejournal/article/download/721/767) diakses pada tanggal 23/5/2017 jam 9:59 PM
Listyarini, Anita Dyah , Faidah, Noor. (2016). pemenuhan kebutuhan istirahat tidur dengan guide imagery lansia di posbindu “mutiara” 5 desa undaan lor kecamatan undaan kabupaten kudus( Vol. III Nomor 1, Maret) (http://journal.respati.ac.id/index.php/ilmukeperawatan/article/.../379) diakses pada tangga 23/5/2017 jam 9:14 PM
Purwanto, Setiyo.(2008). mengatasi insomnia dengan terapi relaksasi.(Vol. I, No. 2, Desember) (www.academia.edu/5543294/Jurnal_kes_vol_1_no_2_g_141-147) diakses pada tanggal 23/5/217 jam 9:24 PM
Rosdahl, Caroline Bunker & Kowalski, Mary T. (2014). Buku Ajar Keperawatan Dasar (vol. 1). Jakarta: EGC.