MAKALAH ISTIRAHAT DAN TIDUR
BAB I
PENDAHULUAN
- LATAR
BELAKANG
Setiap
orang membutuhkan istirahat dan tidur untuk dapat mempertahankan status
kesehatan pada tingkat yamg optimal. Selain itu proses tidur dapat memperbaiki
berbagai sel dalam tubuh. Pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur terutama
sangat penting bagi orang yang sedang sakit agar lebih cepat sembuh dan
memperbaiki kerusakan pada sel.
Apabila
kebutuhan istirahat dan tidur tersebut cukup maka jumlah energi yang diharapkan
dapat memulihkan status kesehatan dan mempertahankan kegiatan dalam kehidupan
sehari hari terpenuhi. Selain itu orang yang mengalami kelelahan juga
memerlukan istirahat dan tidur lebih dari biasanya (Hidayat, A. Aziz Alimul dan
Uliyah Musrifatul, 2015, Bab 18, halaman 126)
Kuantitas
waktu tidur yang diperlukan setiap individu berbedabeda. Seperti factor
kehamilan, usia dan kesehatan umum mempengaruhi kuantitas waktu tidur. Tidak
tidur tidak segera mengancam jiwa tetapi dapat menyebabkan berbagai gangguan
jika dibiarkan berlanjut. Sebagai contoh kekurangan tidur dapat memperparah
beberapa bentuk penyakit jiwa.
Perawat
dapat membantu klien untuk memperoleh waktu istirahat dan tidur yang cukup
dengan menyediakan lingkungan yang nyaman, aman dan tenang. Berbagai terapi
seperti menggososk punggung, mandi air hangat, minum susu hangat dan obat
tertentu juga dapat meningkatkan kuantitas tidur (Rosdahl, Caroline Bunker dan
Kowalski, Mary T, 2014, Bab 5, Halaman 57)
- Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian istirahat dan tidur
2. Bagaimana
fisiologi tidur
3. Apa
saja jenis jenis tidur
4. Apa
fungsi dan tujuan tidur
5. Factor
yang mempengaruhi kebutuhan tidur
6. Masalah
kebutuhan tidur
- Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian istirahat dan tidur
2. Untuk
mengetahui fisiologi tidur
3. Untuk
mengetahui jenis jenis tidur
4. Untuk
mengetahui fungsi dan tujuan tidur
5. Untuk
mengetahui factor yang mempengaruhi kebutuhan tidur
6. Untuk
mengetahui masalah kebutuhan tidur
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Istirahat Dan Tidur
1. Istirahat
Istirahat merupakan keadaaan rileks tanpa
adanya tekanan emosional, bukan hanya dalam keadaan tidak beraktivitas tetapi
juga dalam kondisi yang membutuhkan ketenangan. Kata stirahat berarti berhenti
sebentar untuk melepaskan lelah , bersantai untuk menyegarkan diri atau suatu
keadaan melepaskan diri dari segala hal yang membosankan, menyulitkan bahkan
menjengkelkan.
Terdapat
beberapa karakteristik dari istirahat. Misalnya, Narrow (1967) yang dikutip
oleh Perry dan Potter (1993) mengemukakan enam karakteristik yang berhubungan
dengan istirahat diantaranya sebagai berikut:
a. Merasakan
bahwa segala sesuatu dapat diatasi
b. Merasa
diterima
c. Mengetahui
apa yang sedang terjadi
d. Bebas dari gangguan ketidaknyamanan
e. Mempunyai sejumlah kepuasan terhadap aktivitas
yang mempunyai tujuan
f. Mengetahui adanya bantuan sewaktu memerlukan.
Kebutuhan istirahat dapat dirasakan apabila semua
karakteristik tersebut diatas tersebut dapat terpenuhi. Hal ini dapat dijumpai
apabila pasien merasakan segala kebutuhannya dapat diatasi dan adanya
pengawasan maupoun penerimaan dari asuhan keperawatan yang diberikan sehingga dapat
memberikan kedamaian. Apabila pasien tidak merasakan enam kriteria tersebut
diatas, maka kebutuhan istirahatnya belum terpenuhi sehingga diperlukan
tindakan keperawatan yang dapat meningkatkan terpenuhinya kebutuhan istirahat
dan tidur. Misalnya mendengarkan secara hati hati tentang kehkwatiran personal
pasien dan mencoba meringankannya jika memungkinkan.
Pasien
mempunyai perasaan tidak diterima tidak mungkin dapat beristirahat dengan
tenang. Oleh sebab itu, perawat harus sensitive terhadap kekhwatiran atau
masalah yang dialami pasien. Pengenalan pasien terhadap apa yang terjadi adalh
keadaan lain yang penting agar dapat beristirahat. Adanya ketidaktahuan akan
menimbulkan kecemasan dengan tingkat yang berbeda beda dan dapat menimbulkan
gangguan pada isrtirahat pasien sehingga perawat harus membantu memberikan
penjelasan kepada pasiennya.
Agar pasien merasa diterima dan mendapatkan kepuasan,
maka pasien harus dilibatkan dalam melaksanakan berbagai aktivitas yang
mempunyai tujuan sehingga pasien merasa dihargai tentang kompetensi yang ada
pada dirinya. Pasien akan merasa aman jika mengetahui bahwa ia akan mendapat
bantuan yang sesuai dengan yang diperlukannya. Pasien yang merasa terisolasi
dan kurang mendapat bantuan tidak akan dapat beristirahat, sehingga perawat
harus dapat mencipatakan suasana agar pasien tidak merasa terisolasi dengan
cara melibatkan keluarga dan teman teman pasien. Keluarga dan teman teman
pasien dapat meningkatkan kebutuhan istirahat pasien dengan cara membantu
pasien dalam tugas sehari hari dan dalam mengambil keputusan yang sukar.
2. Tidur
Tidur merupakan kondisi tidak sadar yakni
individu dapat dibangunkan oleh stimulus atau sensoris yang sesuai ( Guyton,
1986), juga dapat dikatakan sebagai keadaan tidak sadarkan diri yang relative,
bukan hanya keadaan penuh ketenangan tanpa kegiatan, tetapi lebih merupakan
suatu urutan siklus yang berulang dengan ciri adanya aktivitas yang minim,
memiliki kesadaran yang bervariasi, terdapat perubahan proses fisiologis dan
terjadi penurunan respon terhadap rangsangan dari luar (Hidayat, A. Aziz Alimul dan Uliyah
Musrifatul, 2015, Bab 18)
B.
Fisiologi Tidur
Merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh
adanya hubungan mekanisme serebral yang secara bergantian untuk mengaktifkan
dan menekan pusat otak agar dapat tidur dan bangun. Salah satu aktivitas tidur
ini diatur oleh system pengaktivasi retikularis yang merupaka sitem yang
mangatur seluruh tingkatan kegiatan susunan saraf pusat termasuk pengaturan
kewaspadaan pada tidur. Pusat pengaturan kewaspadaan aktivitas dan tidur
terletak dalam mesensefalon dan bagian atas pons. Selain itu, reticular activating system (RAS) dapat
memberikan ra ngsanga visual, pendengaran, nyeri dan perabaan juga dapat
menerima stimulasi dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses
piker.
Dalam keadaan sadar, neuron dan RAS akan
melepaskan katekolamin seperti norepinefrin. Demikian juga pada saat tidur,
kemungkinan disebabkan adanya pelepasan serum serotonim dari sel khusus yang
berada di pons dan batang otak tengah yaitu bulbar
synchronizing regional (BSR), sedangkan bangun bergantung pada keseimbangan
impuls yang diterima dipusat otak dan system limbik. Dengan demikian system
pada batang otak yang mengatur siklus atau perubahan dalam tidur adalah RAS dan
BSR.
C. Jenis Jenis Tidur
Dalam prosesnya, tidur dibagi kedalam dua
jenis. Pertama, jenis tidur yang disebabkan oleh menurunnya kegiatan dalam
system pengaktivasi retikularis yang disebut dengan tidur gelombang lambat
(slow wave sleep) karena gelombang otak bergerak sangat lambat atau disebut
juga tidur non rapid eye movement (NREM). Kedua, jenis tidur yang disebabkan
oleh penyaluran abnormal dari isyarat isyarat dalam otak meskipun kegiatan otak
mungkin tidak tertekan secara berarti. Disebut dengan tidur paradox atau
disebut juga dengan tidur rapid eye movement (REM).
1. Tidur Gelombang Lambat
Jenis tidur ini dikenal tidur yang dalam,
istirahat penuh atau juga dikenal dengan tidur nyenyak. Pada tidur jenis ini,
gelombang otak bergerak lebih lambat sehingga menyebabkan tidur tanpa bermimpi.
Tidur gelombang lambat bias juga disebut dengan tidur gelombang delta, dengan
ciri ciri yaitu betul betul istirahat penuh, tekanan darah menurun, frekuensi
nafas menurun pergerakan bola mata melambat, mimpi berkurang dan metabolism
turun.
Perubahan selama proses tidur gelombang
lambat adalah melalui elektroensefalografi dengan memperlihatkan gelombang otak
berada pada setiap tahap tidur. Yaitu pertama, kewaspadaan penuh dengan
gelombang beta yang berfrekuensi tinggi dan bervoltase rendah. Kedua, istirahat
tenang yang diperlihatkan pada gelombang alfa. Ketiga, tidur ringan karena
terjadi perlambatan gelombang alfa kejenis teta atau delta yang bervoltase
rendah; dan keempat, tidur nyenyak karena gelombang lambat dengan gelombang
delta bervoltase tinggi dengan kecepatan 1 sampai 2 per detik.
Tahapan
tidur jenis gelombang lambat
a) Tahap
I
Tahap
I merupakan tahap transisi antara bangun dan tidur dengan ciri yaitu rileks,
masih sadar dengan lingkungan, merasa mengantuk, bola mata bergerak dari
samping ke samping, frekuensi nadi dan nafas sedikit menurun, dapat bangun
segera pada tahap ini berlangsung selama lima menit.
b) Tahap
II
Tahap
II merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menurun dengan ciri
yaitu mata pada umumnya menetap, denyut jantung dan frekuensi nafas menurun,
temperature tubuh menurun, metabolisme menurun, berlangsung pendek dan berakhir
10 sampai 15 menit.
c) Tahap
III
Tahap
III merupakan tahap tidur dengan ciri denyut nadi dan frekuensi nafas dan
proses tubuh lainnya lambat, disebabkan oleh adanya dominasi system saraf
parasimpatis dan sulit untuk bangun.
d) Tahap
IV
Tahap
IV merupaka tahap tidur dalam dengan ciri kecepatan jantung dan pernapasan
turun, jarang bergerak dan sulit dibangunkan, gerak bola mata cepat, sekresi
lambung menurun, serta tonus otot menurun.
2.
Tidur
Paradoks
Tidur jenis ini dapat berlangsung pada tidur
malam yang terjadi selama 5 sampai 20 menit , rata rata timbul 90 menit.
Periode pertama terjadi pada selama 80 sampai 100 menit. Akan tetapi apabila
kondisi orang sangat lelah maka awal tidur sangat cepat bahkan jenis tidur ini
tidak ada. Cara tidur paradox adalah sebagai berikut :
a. Biasanya
disertai dengan mimpi aktif
b. Lebih
sulit dibangunkan daripada selama tidur nyenyak gelombang lambat
c. Tonus
otot selama tidur nyenyak sangat tertekan, menunjukkan inhibisi kuat proyeksi
spinal atas system pengaktivasi retikularis
d. Frekuensi
jantung dan pernapasan menjadi titik teratur
e. Pada
saat perifer terjadi beberapa gerakan otot yang tidak teratur
f. Mata
cepat tertutup dan terbuka, nadi cepat dan irregular, tekanan darah meningkat
atau berfluktuasi, sekresi gaster meningkat, dan metabolism meningkat
g. Tidur
ini penting untuk keseimbangan mental, emosi, juga berperan dalam belajar,
memori dan adaptasi
D.
FUNGSI
DAN TUJUAN TIDUR
Fungsi dan tujuan tidur secara jelas tidak di
ketahui akan tetapi diyakini bahwa tidur dapat digunakan untuk menjaga
keseimbangan mental, emosional, kesehatan, mengurangi stress pada paru,
kardiovaskuler, endokrin, dll. Energy disimpan selama tidur sehingga dapat
diarahkan kembali pada fungsi seluler yang penting. Secara umum terdapat dua
efek fisiologis dari tidur yaitu pertama, efek pada system saraf yang
diperkirakan dapat memulihkan kepekaan normal dan keseibangan diantara berbagai
susunan saraf. Dan kedua, efek pada
struktur tubuh dengan memulihkan kesegaran dan fungsi tubuh selama tidur
terjadi penurunan.
Kebutuhan
tidur manusia bergantung pada tingkat perkembangan. Berikut tabel kebutuhan
tidur manusia berdasarkan usia
usia
|
Tingkat
perkembangan
|
Jumlah
kebutuhan tidur
|
0
sampai 1 bulan
|
Masa
neonates
|
14
sampai 18 jam/hari
|
1 bulan
sampai 18 bulan
|
Masa
bayi
|
12
sampai 14 jam/hari
|
18
bulan sampai 3 tahun
|
Masa
anak
|
11
sampai 12 jam/hari
|
3
tahun sampai 6 tahun
|
Masa
prasekolah
|
11
jam/hari
|
6
tahun sampai 12 tahun
|
Masa
sekolah
|
10
jam/hari
|
12
tahun sampai 18 tahun
|
Masa
remaja
|
8,5
jam/hari
|
18
tahun sampai 40 tahun
|
Masa
dewasa muda
|
7
sampai 8 jam/hari
|
40
tahun sampai 60 tahun
|
Masa
paruh baya
|
7
jam/hari
|
60
tahun ke atas
|
Masa
dewasa tua
|
6
jam/hari
|
E.
FAKTOR MEMPENGARUHI KEBUTUHAN TIDUR
Faktor
yang dapat mempengaruhinya adalah sebagai berikut:
1. Penyakit
Sakit dapat mempengaruhi kebutuhan tidur
seseorang. Banyak penyakit yang memperbesar kebutuhan tidur misalnya penyakit
yang disebabkan oleh infeksi (infeksi limpa) akan memerlukan lebih banyak waktu
tidur untuk mengatasi keletihan. Banyak juga keadaan sakit menjadikan pasien
kurang sakit bahkan tidak bias tidur (Hidayat, A. Aziz Alimul dan Uliyah
Musrifatul, 2015, Bab 18)
Berdasarkan
analisis bivariat diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara penyakit dan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur pada pasien post operasi
(nilai p-0,03, pada α = 0,05). Variabel penyakit dinilai dari ada tidaknya
keluhan nyeri atau gangguan pernapasan yang dialami pasien.
Hal ini sesuai pendapat
Kozier (1991), yang menyebutkan bahwa orang sakit membutuhkan lebih banyak
tidur daripada orang yang sehat. Rasa nyeri dapat mempengaruhi keinginan
seseorang untuk tidur. Kondisi respirasi juga mempengaruhi tidur seseorang.
Napas yang pendek membuat seseorang sulit tidur. Hasil ini juga sesuai dengan
pendapat Craven & Hirnle (2000), yang mengatakan bahwa nyeri dan
ketidaknyamanan yang terjadi pada malam hari akan mengganggu tidur pasien.
Perubahan hormonal juga mempengaruhi pola tidur, seperti yang dialami pasien
hyperthyroid.
Hasil ini juga
mendukung penelitian yang dilakukan oleh Puji Raharjo (2008), tentang
factor-faktor yang mempengaruhi terjadinya insomnia pada lanjut usia di
Kabupaten Demak, yang menunjukkan bahwa sakit fisik lebih mempengaruhi
terjadinya insomnia (Apriyani, 2012, p.
14).
Kebutuhan Tidur Pasien Post operasi
laparotomi Pada Kelompok Kontrol
Pada
penelitian tabel ke 7 menunjukan bahwa sebagian besar pasien post operasi
laparotomi kebutuhan tidurnya masuk dalam kategori kurang. Potter and Perry, (2005) menyatakan
bahwa penyebab gangguan gangguan kebutuhan tidur disebabkan karena status
kesehatan seseorang yang menurun atau saat dalam kondisi yang sakit, selain itu
setelah pasca menjalani proses pembedahan sering terjadi gangguan kebutuhan
tidur pada malam pertama diakibatkan berkurangnya pengaruh anastesi. Tindakan
pembedahan meninggalkan rasa nyeri yang berbeda-beda bagi tiap individu.
Pada penelitian tabel ke 8 menunjukkan
sebagian besar pasien post operasi laparotomi kebutuhan tidurnya masuk dalam
kategori cukup.
Menurut MacKinnon (2004) menyatakan
bahwa pemberian aromaterapi merupakan tindakan terapeutik dengan menggunakan
minyak essensial yang bermanfaat untuk meningkatkan keadaan fisik dan
psikologi sehingga menjadi lebih baik. Hale (2008) mengungkapkan aromaterapi
lavender mempunyai banyak manfaat yaitu mengobati insomnia dan kualitas tidur.
Aromaterapi lavender diketahui dapat mengurangi rasa nyeri, memberikan relaksasi
dan mengurangi kebutuhan obat penenang di malam hari sehingga mampu memperbaiki
kualitas tidur dan juga dapat mengurangi kecemasan.
Seseorang yang
menghirup uap aromaterapi lavender akan memfokuskan pikiran dan perhatiannya
(konsentrasi pikiran) pada uap atau aroma yang diterimanya, sehingga fokus
perhatiannya terhadap nyeri dan rasa cemas teralihkan atau berkurang
(Nightcrawler, Shinobi, 2008). Aroma ditangkap oleh reseptor di hidung
yang kemudian memberikan informasi lebih jauh ke area di otak yang mengontrol
emosi dan memori maupun memberikan informasi juga ke hipotalamus yang merupakan
pengatur sistem internal tubuh, suhu tubuh, dan reaksi terhadap stress (Faridah, 2014, p. 79-80).
2. Latihan
dan Kelelahan
Keletihan akibat aktivitas yang tinggi dapat
memerlukan lebih banyak tidur untuk menjaga keseimbangan energy yang telah
dikeluarkan. Hal tersebut terlihat pada seseorang yang telah melakukan
aktivitas dan mencapai kelelahan. Maka, orang tersebuat akan lebuh cepat untuk
dapat tidur karema tahap tidur gelombang lambatnya diperpendek (Hidayat,
A. Aziz Alimul dan Uliyah Musrifatul, 2015, Bab 18)
3. Stress
psikologis
Kondisi
psikologis dapat terjadi pada seseorang akibat ketegangan jiwa. Hal tersebut
terlihat ketika seseorang yang memiliki masalah psikologis mengalami
kegelisahan sehingga sulit untuk tidur (Hidayat, A. Aziz Alimul dan Uliyah
Musrifatul, 2015, Bab 18)
4. Obat
Obat
dapat juga mempengaruhi proses tidur. Beberapa jenis obat yang dapat
mempengaruhi proses tidur adalah jebis golongan obat diuretik menyebabkan
seseorang insomnia, antidepresan dapat menekan REM, kafein dapat meningkatkan
saraf simpatis yang menyebabkan kesulitan untuk tidur, golongan beta blokcer dapat berefek pada
ti,bulnya insomnia, dan golongan narkotik dapat menekan REM sehingga mudah mengantuk
(Hidayat,
A. Aziz Alimul dan Uliyah Musrifatul, 2015, Bab 18)
Berdasarkan
analisis bivariat, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara obat dan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur pasien post operasi (nilai p
= 1,0, pada 0,05). Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Kozier (1991) dan
Potter & Perry (1997), bahwa obat-obatan khususnya golongan hipnotis dan
sedative akan mengganggu pola tidur. Obat-obat hipnotik dan barbiturate akan
menurunkan tidur REM secara abnormal. Juga tidak mendukung pendapat Craven
& Hirnle (2000), bahwa kebutuhan tidur dapat terganggu karena konsumsi
obat-obatan yang mempermudah tidur. Selain itu penggunaan alcohol juga dapat
membuat seseorang tidur lebih cepat (Apriyani,
2012, p. 15)
5.
Nutrisi
Terpenuhinya
kebutuhan nutrisis yang cukup dapat mempercepat proses tidur. Protein yang
tinggi dapat mempercepat terjadiny proses tidur karena adanya triprofan yang
merupakan asam amino dari protein yang dicerna. Demikian sebaliknya, kebutuhan
gizi yang kurang dapat juga mempengaruhi proses tidur, bahkan terkadang juga
sulit untuk tidur (Hidayat, A. Aziz Alimul dan Uliyah Musrifatul, 2015, Bab 18).
6.
Lingkungan
Keadaan
lingkungan yang aman dan nyaman bagi seseorang dapat mempercepat terjadinya
proses tidur (Hidayat, A. Aziz Alimul dan Uliyah Musrifatul, 2015, Bab 18).
Berdasarkan
analisa bivariat ditemukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara lingkungan
dan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur pasien post operasi (p = 0,03). Hal ini
sesuai dengan yang dikatakan Kozier (1991), bahwa lingkungan yang bising sangat
mengganggu tidur. Tidak adanya rangsang dari luar akan membuat seseorang tidur
dengan nyenyak. Juga mendukung apa yang dikatakan Craven & Hirnle (2000),
bahwa lingkungan baru akan mempengaruhi kebutuhan tidur seseorang. Berkurangnya
stimulus lingkungan seperti suara dan kebisingan akan memudahkan seseorang
untuk tidur (Apriyani, 2012, p. 14)
7. Motivasi
Motivasi merupakan suatu dorongan atau
keinginan seseoramg untuk tidur yang dapat mempengaruhi proses tidur. Selain
itu, adanya keinginan untuk menahan tidak tidur dapat menimbulkan gangguan
proses tidur (Hidayat, A. Aziz Alimul dan Uliyah Musrifatul, 2015, Bab 18).
8. Gaya
Hidup
Rutinitas
seseorang dapat mempengaruhi pola tidur. Contohnya individu yang sering berganti
jam kerja harus mengatur aktivitasnya agar bias tidur pada tepat waktu (Dr.Saputra, Lyndon, 2013, Bab 10)
F. Masalah Kebutuhan Tidur
1. Insomnia
insomnia
merupakan suatu keadaan ketidakmampuan mendapatkan tidur yang adekuat baik
kualitas maupun kuantitas, dengan kleadaan tidur yang hanya sebentar atau susah
tidur. Insomnia terbagi menjadi tiga jenis, yaitu initial insomnia yang merupakan ketidakmampuan untuk jatuh tidur
atau mengawali tidur , intermitten
insomnia merupakan ketidakmampuan tetap tidur karena selalu terbangun
pmalam hari, dan terminal insomnia merupakan
ketidakmampuan untuk tidur kembali setelah bangun tidur pada malam hari. Proses
gangguan tidur ini kemungkinan besar disebabkan oleh adanya rasa khwatir,
tekanan jiwa, atau stress (Hidayat, A. Aziz Alimul dan Uliyah
Musrifatul, 2015, Bab 18).
Insomnia
berasal dari kata in artinya tidak dan somnus yang berarti tidur,
jadi insomnia berarti tidak tidur atau gangguan tidur. The Diagnostic and
Statistical of Mental Disorder (DSM-IV) mendefinisikan gangguan insomnia
primer adalah keluhan tentang kesulitan mengawali tidur dan /atau
menjaga keadaan tidur atau keadaan tidur yang tidak restoratif
minimal satu bulan terakhir(Espie, 2002).
Menurut
Hoeve (1992), insomnia merupakan keadaan tidak dapat tidur atau terganggunya
pola tidur. Orang yang bersangkutan mungkin tidak dapat tidur, sukar untuk
jatuh tidur, atau mudah terbangun dan kemudian tidak dapat tidur lagi. Hal ini
terjadi bukan karena penderita terlalu sibuk sehingga tidak mempunyai kesempatan
untuk tidur, tetapi akibat dari gangguan jiwa terutama gangguan depresi,
kelelahan, dan badan dengan gejala kecemasan yang memuncak. Insomnia adalah
ketidakmampuan atau kesulitan untuk tidur. Kesulitan tidur ini bias menyangkut
kurun waktu (kuantitas) atau kelelapan (kualitas) tidur. Penderita insomnia
sering mengeluh tidak bisa tidur, kurang lama tidur, tidur dengan mimpi yang
menakutkan, dan merasa kesehatannya terganggu. Penderita insomnia tidak dapat
tidur pulas walaupun diberi kesempatan tidur sebanyakbanyaknya. Pada keadaan
normal, dari pemeriksaan kegiatan otak melalui elektro-ensefalografi (EEG),
sepanjang masa tidur terjadi fase-fase yang silih berganti antara tidur
sinkronik dan tidur asinkronik. Pergantian ini kira-kira setiap dua jam sekali.
Fase tidur sinkronik ditandai dengan tidur
nyenyak, dengan tubuh dalam keadaan tenang. Fase tidur asinkronik ditandai
dengan kegelisahan dan reaksi-reaksi jasmaniah lainnya, seperti gerakan gerakan
bola mata yang merupakan fase mimpi. Orang normal, yang tidurnya diganggu pada
fase asinkronik akan merasa jengkel, tidak puas, dan menjadi murung (schenck,
2003). Penderita insomnia mengalami gangguan dalam masa peralihan dan kualitas
dari fase-fase tidur, terutama pada fase asinkronik.
Dari penelitian ternyata bahwa saat yang
dianggap penderita sebagai terjaga di malam hari sebenarnya merupakan fasefase
mimpi. Sebaliknya, beberapa masa tidur yang singkat sebenarnya merupakan tidur
yang sesungguhnya Insomnia dikelompokkan dalam tiga tipe. Tipe pertama adalah
penderita yang tidak dapat atau sulit tidur selama 1 sampai 3 jam pertama.
Namun, karena kelelahan akhirnya tertidur juga. Tipe ini biasanya dialami
penderita usia muda yang sedang mengalami kecemasan. Tipe kedua, dapat tidur
dengan mudah dan nyenyak, namun setelah 2 sampai 3 jam tidur terbangun.
Kejadian ini bias berlangsung berulang kali. Tipe ketiga, penderita dapat tidur
dengan mudah dan nyenyak, namun pada pagi buta dia terbangun dan tidak dapat
tidur lagi. Ini biasa dialami orang yang sedang mengalami depresi. Insomnia
adalah suatu gangguan tidur yang dialami oleh penderita dengan gejalagejala
selalu merasa letih dan lelah sepanjang hari dan secara terus menerus (lebih
dari sepuluh hari) mengalami kesulitan untuk tidur atau selalu terbangun di tengah
malam dan tidak dapat kembali tidur. Seringkali penderita terbangun lebih cepat
dari yang diinginkannya dan tidak dapat kembali tidur. Ada tiga jenis gangguan
insomnia, yaitu: susah tidur (sleep onset insomnia), selalu
terbangun di tengah malam (sleep maintenance insomnia), dan selalu bangun
jauh lebih cepat dari yang diinginkan (early awakening insomnia). Cukup
banyak orang yang mengalami satu dari ketiga jenis gangguan tidur ini (Liu,
1999).
Masalah
tidur ini bisa disebabkan berbagai faktor, di antaranya karena hormonal,
obat-obatan, dan kejiwaan. Bisa juga karena faktor luar misalnya tekanan batin,
suasana kamar tidur yang tidak nyaman, ribut atau perubahan waktu karena harus
kerja malam. Selain itu kopi dan teh yang mengandung zat perangsang susunan syaraf
pusat, tembakau yang mengandung nikotin, obat pengurus badan yang mengandung
amfetamin, adalah contoh bahan yang dapat menimbulkan kesulitan tidur. Banyak
ahli menyatakan, gangguan tidur tidak langsung berhubungan dengan menurunnya
hormon. Namun, kondisi psikologis dan meningkatnya kecemasan, gelisah, dan
emosi yang sering tak terkontrol akibat menurunnya hormon estrogen, bias
menjadi salah satu sebab meningkatnya risiko gangguan tidur. Morin (Espie,
2002) menyebutkan penyebab insomnia yang utama adalah adanya permasalahan
emosional, kognitif, dan fisiologis. Ketiganya berperanan terhadap terjadinya
disfungsi kognitif, kebiasaan yang tidak sehat, dan akibat-akibat insomnia (Purwanto, 2008, p 143-146). Dari teori
tersebut didukung oleh jurnal terapi
relaksasi untuk mengurangi gangguan insomnia.
Dikatakan bahwa salah satu cara untuk
mengatasi insomnia ini adalah dengan metode relaksasi (woolfolk, 1983).
Relaksasi adalah salah satu teknik di dalam terapi perilaku yang pertama kali
dikenalkan oleh Jacobson, seorang psikolog dari Chicago, yang mengembangkan metode
fisiologis melawan ketegangan dan kecemasan. Teknik ini disebutnya relaksasi progresif
yaitu teknik untuk mengurangi ketegangan. Jacobson berpendapat bahwa Semua
bentuk ketegangan termasuk ketegangan mental didasarkan pada kontraksi otot
(Utami, 1993). Jika seseorang dapat
diajarkan untuk
merelaksasikan otot mereka, maka mereka benar-benar relaks.
Latihan
relaksasi dapat digunakan untuk memasuki kondisi tidur karena dengan
mengendorkan otot secara sengaja akan membentuk suasana tenang dan santai. Suasana
ini diperlukan untuk mencapai kondisi gelombang alpha yaitu suatu keadaan yang
diperlukan seseorang untuk memasuki fase tidur awal. Sebagai dasar teori
relaksasi adalah sebagai berikut. Pada sistem saraf manusia terdapat sistem
saraf pusat dan sistem saraf otonom. Fungsi sistem saraf pusat adalah mengendalikan
gerakan-gerakan yang dikehendaki, misalnya gerakan tangan, kaki, leher, jari-jari
dan sebagainya.
Sistem saraf otonom berfungsi mengendalikan
gerakangerakan yang otomatis, misalnya fungsi digestif, proses kardiovaskuler,
gairah seksual dan sebagainya. Sistem saraf otonom terdiri dari sistem saraf
simpatis dan sistem saraf parasimpatis yang kerjanya saling berlawanan. Sistem
saraf simpatis bekerja meningkatkan rangsangan atau memacu organ-organ tubuh, memacu
meningkatnya detak jantung dan pernafasan, menurunkan temperatur kulit dan daya
hantar kulit, dan juga akan menghambat proses digestif dan seksual. Sistem
saraf parasimpatetis menstimulasi turunnya semua fungsi yang dinaikkan oleh
sistem saraf simpatis, dan menstimulasi naiknya semua fungsi yang diturunkan
oleh sistem saraf simpatis. Selama
sistem-sistem tersebut befungsi normal dalam keseimbangan, bertambahnya akfivitas
Sistem yang satu akan menghambat atau manaikan efek sistem yang lain.
Pada
waktu individu mengalami ketegangan dan kecemasan yang bekerja adalah sistem
saraf simpatis, sedangkan pada waktu relaksasi yang bekerja adalah system saraf
parasimpatis, dengan demikian relaksasi dapat menekan rasa tegang dan rasa
cemas dengan cara resiprok, sehingga timbul counter conditioning dan
penghilangan (Prawitasari, 1988). Apabila Individu melakukan relaksasi ketika
ia mengalami ketegangan atau kecemasan, maka reaksi-reaksi fisiologis yang dirasakan
individu akan berkurang, sehingga la akan merasa rileks. Apabila kondisi
fisiknya sudah rileks, maka kondisi psikisnya juga tenang (Lichstein, 1993).
Teknik relaksasi sudah dikenal lama dan banyak
digunakan dalam berbagai terapi baik terapi permasalahan fisik maupun
psikologis. Ada beberapa jenis relaksasi yang sudah dikenal antara lain
relaksasi progresif, relaksasi diferensial dan relaksasi via letting go.
Pada penelitian ini akan dikembangkan relaksasi religius dimana relaksasi ini merupakan
pengembangan dari respon relaksasi yang dikembangkan oleh Herbert Benson. relaksasi
religius ini merupakan gabungan antara model relaksasi dengan keyakinan yang
dianut.
Respon relaksasi yang melibatkan keyakinan
yang dianut menurut Benson (2000) akan mempercepat terjadinya keadaan relaks, dengan
kata lain kombinasi respon relaksasi dengan melibatkan keyakinan akan melipat gandakan
manfaat yang didapat dari respon relaksasi. Sehingga diharapkan dengan semakin
cepat mencapai kondisi relaks maka seseorang akan lebih cepat untuk memasuki kondisi
tidur yang berarti akan dapat mengatasi gangguan insomnia yang dialami (Purwanto, 2008, p 143-146)
Berdasarkan
hasil analisis didapatkan data responden yang memiliki kebiasaan merokok ringan
yang mengalami insomnia sebanyak 24 orang (70,6%), responden yang memiliki
kebiasan merokok sedang-berat yang mengalami insomnia sebanyak 45 orang
(95,7%). Pengaruh kemaknaan dalam penelitian ini didapatkan nilai p<0,05
yakni p value= 0,005 dengan correlation coefecient = 9,375
yang artinya seorang perokok sedang berat memiliki resiko 9,375 kali lebih
besar untuk mengalami insomnia dibandingkan perokok ringann (Vaora dkk, 2014, p 62)
Kelompok lanjut usia (empat puluh
tahun) dijumpai 7% kasus yang mengeluh mengenai masalah tidur (hanya dapat
tidur tidak lebih dari 5 jam sehari). Hal yang sama dijumpai 22% kelompok usia
75 tahun. Demikian pula, kelompok lanjut usia lebih banyak mengeluh terbangun
lebih awal, selain itu terdapat 30% kelompok usia 70 tahun yang banyak terbangun
di waktu malam hari. Angka ini ternyata tujuh kali lebih besar dibandingkan
dengan kelompok usia 20 tahun (Bandiyah, 2009).
Berkenaan dengan hal diatas penanganan
pada insomnia sangat diperlukan, relaksasi merupakan salah satu teknik dalam
terapi perilaku yang pertama kali dikenalkan oleh Edmund Jacobsond, seorang
psikolog dari Chicago yang mengembangkan metode fisiologis melawan ketegangan
dan kecemasan. Metode relaksasi terdiri dari berbagai macam, diantaranya
Miltenberger (2004) mengemukakan ada lima macam relaksasi yaitu : (1) relaksasi
otot (progeressive muscle relaxation), (2) pernafasan diafragma, (3) imagery
training/ guide imagery (imajinasi terbimbing), (4) biofeedback, (5)
hypnosis (Davis dalam Ari, 2010).
Guide imagery (imajinasi terbimbing) Imagery atau
pikiran atau mental respresentative dengan menggunakan sensori persepsi.
Guide imagery adalah teknik terapeutik yang digunakan untuk relaksasi atau
untuk tujuan proses penyembuhan (Susana & Sri, 2014). Imagery merupakan
sebuah bentuk simulasi yang aktual, dalam imagery berbagai pengalaman
itu nyata melalui pancaindra (melihat, merasakan, dan mendengarkan), tetapi
secara keseluruhan pengalaman itu terjadi di dalam otak (Komarudin, 2013).
Terapi imagery dapat
membantu klien untuk mencapai berbagai tujuan masalah kesehatan, antara lain :
menurunkan depresi dan kecemasan, menghilangkan fobia, mengurangi
trauma, mengurangi rokok atau makan, penyembuhan penyakit fisik dan
gejalanya (sakit kepala, tekanan darah, insomnia, nyeri kronis, dsb)
(Susana& Sri, 2014).(Listyarini,
Faidah, 2016, p. 17)
2. hypersomnia
hypersomnia
merupakan gangguan tidur dengan kriteria tidur berlebihan. Pada umumnya lebih
dari 9 jam pada malam hari, disebabkan oleh kemungkinan adanya masalah
psikologis, depresi, kecemasan, gangguan susunan saraf pusat, ginjal, hati dan
gangguan metabolisme (Hidayat, A. Aziz Alimul dan Uliyah
Musrifatul, 2015, Bab 18).
3. parasomnia
parasomnia
merupakan kumpulan beberapa penyakit yang dapat mengganggu pola tidur, seperti somnambulism (sleepwalking/berjalan-jalan
dalam tidur) yang banyak terjadi pada anak-anak yaitu pada tahap III dan IV
dari tidur NREM. Somnambulism ini dapat menyebabkan cedera.
4. Enuresis
Enuresis
merupakan buang air kecil yang tidak disengaja pada waktu tidur atau biasa juga
disebut dengan istilah mengompol. Enuresis dibagi menjadi 2 jenis yaitu
enuresis nokturnal, merupakan mengompol diwaktu tidur, dan enuresis diural
adalah mengompol pada saat bangun tidur. Enuresis nokturnal umumnya merupakan
gangguan pada tidur NREM.
5. Apnea
Tidur dan Mendengkur
mendengkur
pada umumnya tidak termasuk dalam gangguan tidur, tetapi mendengkur yang
disertai dengan keadaaan apnea dapat menjadi masalah. Mendengkur sendiri
disebabkan oleh adanya rintangan dalam pengaliran udara dihidung dan mulut pada
waktu tidur, biasanya disebabkan oleh adanya adenoid, amandel, atau
mengendurnya otot dibelakang mulut. Terjadinya apnea dapat mengacaukan jalannya
pernapasan sehingga dapat mengakibatkan henti napas. Apabila kondisi ini
berlangsung lama, maka dapat menyebabkan kadar oksigen dalam darah menurun dan
denyut nadi menjadi tidak teratur.
6. Narkolepsi
narkolepsi
merupakan keadaan tidak dapat mengendalikan diri untuk tidur, misalnya tertidur
dalam keadaan berdiri, mengemudikan kendaraan, atau disaat sedang membicarakan
sesuatu. Hal ini merupakan gangguan neurologis.
7. Mengigau
Mengigau
dikategorikan dalam gangguan tidur bila terlalu sering dan diluar kebiasaan.
Dari hasil pengamatan, ditemukan bahwa hampir semua orang pernah mengigau dan
terjadi sebelum tidur REM (Hidayat, A. Aziz Alimul dan Uliyah
Musrifatul, 2015, Bab 18).
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Istirahat
merupakan keadaaan rileks tanpa adanya tekanan emosional, bukan hanya dalam
keadaan tidak beraktivitas tetapi juga dalam kondisi yang membutuhkan
ketenangan dan tidur merupakan kondisi tidak sadar yakni individu dapat
dibangunkan oleh stimulus atau sensoris yang sesuai ( Guyton, 1986), dan juga
dapat dikatakan sebagai keadaan tidak sadarkan diri yang relative, bukan hanya
keadaan penuh ketenangan tanpa kegiatan, tetapi lebih merupakan suatu urutan
siklus yang berulang dengan ciri adanya aktivitas yang minim, memiliki
kesadaran yang bervariasi, terdapat perubahan proses fisiologis dan terjadi
penurunan respon terhadap rangsangan dari luar.
Hal
yang dapat mempengaruhi kebutuhan tidur yaitu penyakit, latihan dan kelelahan,
stress psikologis,obat, nutrisi,
lingkungan dan motivasi dalam diri
seseorang. Adapun masalah kebutuhan tidur yaitu insomnia, hypersomnia,
parasomnia, anuresis, apnea tidur dan mendengkur, narkolepsi dan mengigau.
- Saran
Dengan
adanya makalah ini, saya berharap pembaca dapat dimudahkan dalam memahami
tentang istirahat dan tidur. Dan di dalam makalah ini penyusun menyadari banyak
kekurangan oleh sebab itu saran dan kritik dari pembaca sangat diharapkan oleh
penyusun guna perbaikan makalah ini di kemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
Apriyani, heni.(2012). faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan
pemenuhan kebutuhan tidur pasien post operasi di rsd hm ryacudu kotabumi(Volume
III,April) (http://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id/index.php/JKEP/article/view/137/129)
diakses pada tanggal 23/5/2017
jam 9:31 PM
Dr. Saputra, Lyndon. (2013). Catatan
Ringkas Kebutuhan Dasar Manusia. Samarinda: Binarupa Aksara Publisher
Faridah, Virgianti Nur. (2014). Penanganan
Gangguan Kebutuhan Tidur Pada Pasien Post Operasi Laparotomi Dengan Pemberian
Aromaterapi Lavender ( Vol.02, No.XVIII, Juni) (http://stikesmuhla.ac.id/wp-content/.../jurnalsurya/.../75-83-Jurnal-Vivin)
diakses pada
tanggal 23/5/2017 jam 9:32 PM
Hidayat, A. Aziz Alimul & uliyah,
Musrifatul. (2015). Pengantar Kebutuhan
Dasar Manusia (ed.2). Jakarta: Salemba Medika.
Kurniawati.gambaran gangguan
tidur pada pasien sistemik lupus eritema tosus disalah satu RS kota Bandung (http://jurnal.unpad.ac.id/ejournal/article/download/721/767)
diakses pada tanggal 23/5/2017 jam 9:59 PM
Listyarini,
Anita Dyah , Faidah, Noor. (2016). pemenuhan
kebutuhan istirahat tidur dengan guide imagery lansia di posbindu
“mutiara” 5 desa undaan lor kecamatan undaan kabupaten kudus( Vol.
III Nomor 1, Maret) (http://journal.respati.ac.id/index.php/ilmukeperawatan/article/.../379) diakses pada tangga 23/5/2017 jam
9:14 PM
Purwanto, Setiyo.(2008). mengatasi insomnia dengan terapi relaksasi.(Vol.
I, No. 2, Desember) (www.academia.edu/5543294/Jurnal_kes_vol_1_no_2_g_141-147)
diakses pada tanggal 23/5/217 jam 9:24 PM
Rosdahl, Caroline Bunker & Kowalski, Mary
T. (2014). Buku Ajar Keperawatan Dasar (vol.
1). Jakarta: EGC.